MEWASPADAI BAHAYA PLURALISME DAN SINKRETISME AGAMA

 


MEWASPADAI BAHAYA PLURALISME DAN SINKRETISME AGAMA

Belakangan ini istilah toleransi digunakan begitu luas hingga menimbulkan kerancuan makna.
Beragam program lintas agama yang muncul sering kali mendorong penerimaan pluralisme dan sinkretisme—dua konsep yang tampak positif, tetapi sejatinya menyimpan masalah besar.

Pluralisme beranggapan bahwa semua agama sama benarnya.
Islam memang mengakui keberagaman, namun tetap menegaskan bahwa kebenaran itu tunggal dan tidak relativistik.
Ada perbedaan tegas antara hidup damai berdampingan dengan menyamakan seluruh keyakinan.

Sinkretisme bahkan lebih berbahaya.
Konsep ini mencampurkan unsur ibadah, simbol, atau praktik antaragama.
Islam melarang mencampuradukkan yang hak dengan yang batil, terutama dalam ranah akidah dan ibadah.

Masalah muncul ketika kampanye toleransi berubah arah menjadi normalisasi pluralisme.
Bukan lagi sebatas ajakan hidup rukun, melainkan dorongan untuk menyamakan seluruh agama.
Jika dibiarkan, hal ini perlahan dapat mengikis keyakinan dan jati diri umat.

Dalam Islam, toleransi memiliki batas yang jelas:

  • Tidak ada paksaan dalam beragama.
  • Tidak mencela sesembahan pihak lain.
  • Tetap menjaga kemurnian akidah dan ibadah.

Sejarah membuktikan, masyarakat non-Muslim dapat hidup aman di bawah pemerintahan Islam tanpa pernah diminta mencampuradukkan ritual mereka dengan umat Islam.

Karena itu, kehati-hatian diperlukan.
Toleransi memang penting untuk menjaga keharmonisan, namun tidak boleh dijadikan alasan untuk mengaburkan batas akidah atau meleburkan ajaran.

Menurut Anda, apakah pembahasan seperti ini semakin relevan untuk digaungkan di tengah maraknya kampanye toleransi yang kebablasan?
Silakan tinggalkan pendapat Anda di kolom komentar. 👇


#AqidahIslam #ToleransiDalamIslam #PluralismeAgama #IslamKaffah #KajianIslam

@portalperadabanislam

Sumber : https://www.facebook.com/

Posting Komentar untuk "MEWASPADAI BAHAYA PLURALISME DAN SINKRETISME AGAMA"