Legalitas Syariat Islam: Titik Awal Pengelolaan SDA dan Penanganan Bencana

 


Legalitas Syariat Islam: Titik Awal Pengelolaan SDA dan Penanganan Bencana


Negara tidak boleh sekadar hadir dalam simbol, pidato, atau unggahan seremonial.
Ketika banjir bandang dan longsor melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, kehadiran negara di garis terdepan adalah kewajiban mutlak.
Bukan wacana. Bukan pilihan.


Aktivis Indonesia Justice Monitor menegaskan, pertanyaan “perlukah negara hadir?” seharusnya tidak lagi diajukan.
Dalam kondisi bencana, kehadiran negara adalah mandat konstitusional.
Bukan manuver politik, apalagi pencitraan.


Ironisnya, yang muncul justru kritik dari Menteri Sosial terhadap influencer, lembaga filantropi, dan warga yang menggalang donasi.
Padahal, partisipasi masyarakat adalah hak sekaligus refleksi nurani publik saat negara belum sepenuhnya menjangkau korban.


Yang patut dipertanyakan bukan solidaritas rakyat,
melainkan ketika negara—dengan anggaran besar, kewenangan penuh, dan perangkat hukum lengkap—
tidak maksimal menjalankan tanggung jawabnya.
Solidaritas publik seharusnya melengkapi negara, bukan menggantikannya.


Banjir bandang kali ini juga menyisakan kejanggalan serius.
Air tidak hanya menggenang, tetapi menghantam dan meruntuhkan bangunan.
Kayu-kayu besar terbawa arus dalam kondisi bersih dan terkelupas.


Fakta ini menimbulkan dugaan kuat:
bencana tidak semata-mata disebabkan faktor alam.
Ada persoalan struktural dalam pengelolaan lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam.
Akar masalah ini tidak boleh disangkal, apalagi ditutup-tutupi.


Akibat bencana, banyak wilayah terisolasi.
Akses darat terputus, distribusi bantuan tersendat.
Risiko korban meninggal akibat kelaparan dan keterlambatan evakuasi sangat nyata.


Negara sejatinya memiliki pilihan dan kemampuan.
Helikopter, drone pemantau, hingga penyewaan armada udara tambahan dapat dikerahkan.
Ini bukan soal ketersediaan, melainkan soal keberpihakan dan prioritas.


Skala bencana ini bahkan disebut melampaui dampak tsunami Aceh 2004.
Karena itu, dorongan untuk menetapkan bencana di Sumatra sebagai bencana nasional sangat beralasan.
Agar penanganan terkoordinasi, cepat, dan menyeluruh.


Jika pemerintah pusat dan DPR gagal mengambil langkah strategis tersebut,
jangan sampai kelalaian itu berubah menjadi penderitaan baru bagi para korban.

Pertanyaannya sederhana namun mendasar:
👉 Apakah negara hari ini benar-benar hadir sepenuhnya saat rakyatnya ditimpa bencana?

@portalperadabanislam


#SolidaritasUntukSumatra #EvaluasiNegara #KritikKebijakan #PemerintahBertanggungJawab #BukanPencitraan #TanggungJawabNegara
#KemanusiaanDiAtasSegalanya #BersamaKorbanBencana #PeduliSesama
#RakyatBantuRakyat

Sumber : https://media-umat.com/

Posting Komentar untuk "Legalitas Syariat Islam: Titik Awal Pengelolaan SDA dan Penanganan Bencana"