Khilafah, Romantisme Masa Lalu dan Kapitalisme, Harapan Penuh Ilusi

Penulis: A. Asis Aji

Melihat catatan sejarah peradaban Islam, tak bisa disangkal bahwa sistem pemerintahan Khilafah menyimpan banyak nilai luhur yang hingga kini masih menimbulkan kekaguman. Di masa kejayaannya, Khilafah mampu menghadirkan tatanan sosial-politik yang berlandaskan keadilan, kedamaian, dan pemerataan hak. Masyarakat Muslim dan non-Muslim hidup berdampingan dengan tenang di bawah satu sistem pemerintahan yang memuliakan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Khilafah dan Keagungan Tatanan Sosialnya

Khilafah bukan sekadar sistem politik, ia merupakan sebuah kerangka peradaban. Ketika wilayahnya meluas dan menghadapi konflik geopolitik, para khalifah tetap mematuhi aturan-aturan perang yang etis. Mereka melarang pembunuhan terhadap anak-anak, perempuan, dan warga sipil. Mereka menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak menebang pohon dan tidak merusak fasilitas umum. Bahkan tempat-tempat ibadah dan situs sejarah pun tetap terjaga di bawah perlindungan negara.

Dalam bidang sosial, Khilafah menjamin hak yang merata. Setiap warga negara memperoleh akses pendidikan dan layanan kesehatan tanpa diskriminasi kelas. Konsep “nyawa manusia begitu berharga” bukanlah jargon, tetapi dijalankan dalam praktik hukum. Siapa pun yang terbukti membunuh tanpa hak, akan dihukum sesuai syariat, dan korban atau keluarganya memiliki hak untuk menuntut keadilan atau memberikan pengampunan.

Khilafah, Menjaga Akal dan Aqidah Masyarakat

Khilafah juga menunjukkan kepedulian tinggi terhadap akal dan keyakinan umat. Minuman keras dan hal-hal yang merusak kesadaran dilarang. Paham-paham yang bertentangan dengan aqidah Islam, seperti relativisme agama atau sekularisme, dianggap sebagai ancaman terhadap integritas masyarakat. Oleh karena itu, negara hadir secara aktif menjaga stabilitas pemikiran dan keimanan dengan pendekatan yang tegas namun berasas.

Hak-hak manusia dalam sistem Khilafah mungkin tidak dikenal dengan istilah “Hak Asasi Manusia” seperti dalam sistem Barat. Namun, hak untuk hidup, hak mendapat pendidikan, jaminan kesehatan, perlindungan hukum, dan keadilan sosial dijalankan secara nyata dan tanpa syarat. Dalam sistem ini, manusia dihormati bukan karena status sosial, tapi karena kemanusiaannya.

Kapitalisme, Harapan yang Penuh Ilusi

Jika kita beralih melihat sistem kapitalisme yang kini menjadi model dominan di sebagian besar dunia, maka yang tampak bukanlah keadilan atau kesejahteraan universal, melainkan ilusi demi ilusi. Janji akan kebebasan, hak asasi manusia, dan pemerataan kesejahteraan ternyata hanyalah kemasan retoris. Ketimpangan sosial dan krisis moral justru terus tumbuh subur dalam atmosfer kapitalistik.

Amerika Serikat, misalnya, mengklaim sebagai pejuang HAM, tetapi dalam praktiknya justru kerap mendukung rezim yang melanggar HAM. Dukungan mereka terhadap tindakan agresif Israel terhadap rakyat Palestina adalah bukti nyata bahwa jargon HAM hanya berlaku selektif. Bantuan senjata dan dukungan politik diberikan secara terbuka, sementara dunia menyaksikan penderitaan yang tak kunjung usai.

Negara-negara Barat yang mengusung demokrasi sebagai simbol supremasi politik justru kerap memberangus kebebasan berekspresi. Kritik terhadap pemerintah dibungkam. Demonstran dipenjara. Media massa dikendalikan oleh korporasi besar. Nilai-nilai demokrasi yang seharusnya menjamin suara rakyat justru dikooptasi oleh elite politik dan pemilik modal.

Kapitalisme dan Kepalsuan Keadilan

Kapitalisme hanya menguntungkan segelintir orang yang mampu menguasai sumber daya. Yang kaya makin kaya, sementara kaum miskin terpinggirkan dari sistem. Pendidikan dan layanan kesehatan menjadi barang dagangan yang hanya dapat diakses oleh mereka yang memiliki uang. Hak hidup layak bukan lagi hak universal, melainkan komoditas yang dipertaruhkan di pasar bebas.

Kehidupan masyarakat dalam sistem kapitalisme ibarat mimpi dalam dongeng, hanya indah dalam teori. Nyata di buku teks, namun sulit dijumpai dalam kenyataan. Sistem ini tidak menjawab krisis kemanusiaan, melainkan memperdalamnya dengan menormalisasi ketimpangan dan eksploitasi.

Saatnya Berpaling dan Kembali pada Sistem yang Teruji

Dunia telah lama berada dalam pelukan kapitalisme, namun hasilnya adalah kegagalan demi kegagalan dalam menghadirkan perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan. Karena itu, perlu ada keberanian untuk menengok kembali sistem yang pernah terbukti membawa kejayaan dan ketenangan bagi umat manusia—yakni Khilafah.

Kembali kepada Khilafah bukanlah nostalgia semata, melainkan ikhtiar rasional dan historis untuk mewujudkan tatanan dunia yang lebih manusiawi. Sistem ini telah berhasil memimpin dunia selama berabad-abad tanpa perlu bergantung pada eksploitasi ekonomi dan manipulasi politik. Ia hadir bukan sekadar menawarkan kekuasaan, melainkan peradaban.

Posting Komentar untuk "Khilafah, Romantisme Masa Lalu dan Kapitalisme, Harapan Penuh Ilusi"