HAJI DAN PERSATUAN HAKIKI


Buletin Kaffah Edisi 395 (2 Dzulhijjah 1446 H/30 Mei 2025 M)
Kembali, Kota Suci Makkah, selama bulan-bulan haji ini, dikunjungi oleh jutaan jamaah haji dari seluruh penjuru bumi.
Ibadah haji tentu bukan sekadar ritual tahunan yang dilaksanakan oleh umat Islam. Ibadah haji sekaligus merupakan momentum agung yang menyatukan umat dalam satu tujuan, yaitu ketaatan kepada Allah SWT.

Ibadah haji adalah perintah langsung dari Allah SWT kepada umat Islam yang mampu, sebagaimana firman-Nya:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
(Di antara) kewajiban manusia kepada Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu melakukan perjalanan ke sana (TQS Ali Imran [3]: 97).
Ibadah haji memiliki keutamaan yang luar biasa. Rasulullah saw. bersabda:
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
Haji yang mabrur itu tidak ada balasan (bagi pelaku)-nya selain surga (HR al-Bukhari dan Muslim).
Keutamaan ini menunjukkan betapa mulia ibadah haji di sisi Allah SWT sebagai puncak dari ketaatan seorang hamba kepada Diri-Nya.
Haji dan Persatuan Umat
Selain merupakan simbol ketaatan total kepada Allah SWT, ibadah haji sekaligus merupakan simbol persatuan umat Islam secara global. Ibadah haji menyatukan kaum Muslim dari berbagai penjuru dunia tanpa memandang perbedaan ras, bahasa, atau status sosial. Semuanya mengenakan pakaian ihram yang sama, juga melakukan ritual yang sama dan berdoa kepada Tuhan yang sama.
Namun sayang, semangat persatuan yang dibawa dalam ibadah haji biasanya kembali pudar setelah mereka kembali ke negerinya masing-masing. Di negerinya masing-masing, mereka pun kembali menyaksikan umat Islam terpecah-belah oleh batas-batas nasionalisme dan negara-bangsa (nation-state). Akibatnya, persatuan hakiki umat Islam sedunia seolah jauh panggang dari api.
Padahal ibadah haji seharusnya menjadi titik tolak untuk membangun persatuan ideologis umat Islam secara global. Persatuan ideologis umat Islam sedunia ini penting untuk menghadapi tantangan global saat ini, seperti penjajahan Barat atas Dunia Islam dalam segala bentuknya, termasuk pendudukan Palestina oleh entitas Yahudi yang telah berlangsung selama puluhan tahun hingga kini.
Haji dan Solidaritas kepada Sesama Muslim
Ibadah haji juga seharusnya menjadi momentum untuk menunjukkan kepedulian dan solidaritas kepada sesama Muslim, khususnya di Palestina. Tentu karena sesama kaum Muslim itu bersaudara, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Perumpamaan kaum Mukmin dalam hal kasih-sayang, saling mencintai dan saling membantu adalah seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit maka seluruh tubuh akan merasakan demam dan tidak bisa tidur (HR Muslim).
Karena itu derita kaum Muslim Palestina adalah derita yang juga harus dirasakan oleh seluruh umat Islam, termasuk jamaah haji. Karena itu ibadah haji, yang dikelola oleh Pemerintah Saudi, seharusnya menjadi platform untuk menggalang dukungan dan solidaritas umat Islam sedunia bagi Palestina. Sayangnya, hal ini tidak dilakukan. Penguasa Saudi, juga para penguasa Arab dan negeri-negeri Muslim lainnya, seolah tak peduli meski sudah ratusan ribu kaum Muslim di Palestina tewas dibantai entitas Yahudi. Padahal jangankan ratusan ribu, satu nyawa Muslim saja amatlah berharga di sisi Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT telah menetapkan bahwa pembunuhan satu jiwa tak berdosa sama dengan menghilangkan nyawa seluruh umat manusia:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي اْلأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia (TQS al-Maidah [5]: 32).
Rasulullah saw. juga menegaskan:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
Kehancuran dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan pembunuhan seorang Muslim (HR an-Nasa’i).
Dalam riwayat lain, kata Ibnu Abbas ra., saat memandang Ka’bah, Rasulullah saw. pun bersabda, “Selamat datang, wahai Ka’bah. Betapa agungnya engkau dan betapa agung kehormatanmu. Akan tetapi, seorang Mukmin lebih agung di sisi Allah daripada engkau.” (HR al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman).
Karena itulah, sepanjang sejarah penerapan syariah Islam, tak ada darah seorang Muslim pun ditumpahkan, melainkan akan diberikan pembelaan yang besar dari umat dan Daulah Islam. Ibnu Hisyam dalam Sîrah-nya menceritakan, ketika ada seorang pedagang Muslim yang dibunuh beramai-ramai oleh kaum Yahudi Bani Qainuqa, karena membela kehormatan seorang Muslimah yang disingkap pakaiannya oleh pedagang Yahudi, Rasulullah saw., selaku pemimpin Negara Islam, segera mengirim para Sahabat untuk memerangi mereka dan mengusir mereka dari Madinah setelah mengepung perkampungan mereka selama 15 malam (Sîrah Ibnu Hisyâm, 3/9-11).
Rasulullah saw., selaku pemimpin kaum Muslim dan menjadi kepala Negara Islam, telah melindungi setiap tetes darah kaum Muslim. Demikian pula Khulafaur-Rasyidun dan para khalifah setelah mereka. Mereka terus melindungi umat dari setiap ancaman dan gangguan. Dengan begitu umat dapat hidup tenang dimana pun mereka berada karena ada yang menjadi pelindung bagi mereka.
Inilah yang juga seharusnya dilakukan oleh para penguasa Muslim saat ini, khususnya para penguasa Arab, lebih khusus lagi penguasa Saudi. Tidak lain melancarkan jihad untuk memerangi entitas Yahudi sekaligus mengusir mereka dari Bumi Palestina. Jika tidak, setidak-tidaknya penguasa Saudi dan para penguasa Arab dapat memanfaatkan momentum ibadah haji untuk menyuarakan isu Palestina. Misalnya melalui deklarasi bersama, penggalangan dana atau tekanan diplomatik untuk menghentikan genosida. Namun sayang, tindakan yang paling minimalis itu pun tak pernah dilakukan.
Ironi Pelayan Dua Kota Suci
Pemerintahan Saudi selama ini mengklaim sebagai Pelayan Dua Kota Suci (Makkah dan Madinah). Pemerintahan Saudi juga setiap tahunnya menjadi pelayan bagi jutaan jamaah haji dari seluruh penjuru dunia. Namun ironinya, di luar itu, Saudi juga menjadi “pelayan” Amerika Serikat (AS). Padahal jelas AS adalah negara penjajah atas Dunia Islam. AS juga menjadi penyokong utama entitas Yahudi sang penjajah dan penindas kaum Muslim Palestina. Bahkan di tengah dukungan AS secara terang-terangan terhadap genosida (pembantaian massal) kaum Muslim Palestina oleh entitas Yahudi selama hampir dua tahun belakangan ini, kesetiaan penguasa Saudi sebagai pelayan AS tidak berkurang. Terbukti, penguasa Saudi tetap menyambut hangat Presiden AS Donald Trump yang datang ke negerinya pada Mei 2025 lalu. Pulangnya, Trump diberi “oleh-oleh” berupa kesediaan Saudi untuk membeli persenjataan dari AS senilai $142 miliar (sekitar Rp 2.354 Triliun). Ini merupakan bagian dari komitmen investasi Saudi sebesar $600 miliar (sekitar Rp 9.756 Triliun) di AS, yang juga mencakup sektor kecerdasan buatan (AI), infrastruktur, teknologi kesehatan dan kerjasama pertahanan.
Sungguh ironi! Ratusan miliar dolar AS uang itu mengalir deras dari Saudi ke Amerika Serikat yang menjadi penyokong utama entitas Yahudi. Bukan mengalir ke Palestina untuk menyelamatkan 14 ribu bayi di sana yang terancam mati karena kelaparan. Bukan pula untuk membiayai misi jihad untuk memerangi entitas Yahudi demi menyelamatkan jutaan kaum Muslim Palestina yang masih hidup dan coba bertahan di tengah ancaman jutaan ton bom-bom yang terus dijatuhkan di atas kepala mereka.
Padahal jihad—di antaranya demi membela kaum Muslim Palestina yang tertindas—jauh lebih utama daripada sekadar menjadi Pelayan Dua Kota Suci dan pelayan jutaan jamaah haji setiap tahunnya. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Allah SWT:
أَجَعَلۡتُمۡ سِقَایَةَ ٱلۡحَاۤجِّ وَعِمَارَةَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ كَمَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِ وَجَـٰهَدَ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِۚ لَا یَسۡتَوُۥنَ عِندَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ لَا یَهۡدِی ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّـٰلِمِینَ
Apakah kalian menganggap upaya memberi makan dan minum orang yang berhaji serta membangun Masjid al-Haram sama (derajatnya) seperti orang yang mengimani Allah dan Hari Akhir serta berjihad di jalan Allah? Tidak sama di sisi Allah. Allah tidak memberikan hidayah kepada kaum yang zalim (TQS at-Taubah [9]: 19).
Menurut Ibn Asyur, seruan ayat ini ditujukan kepada kaum Mukmin yang enggan berhijrah dan berjihad karena mereka merasa cukup dengan aktivitas melayani jamaah haji dan membangun Masjid al-Haram. Hal ini menunjukkan bahwa jihad itu jauh lebih utama daripada melayani jamaah haji dan membangun Masjid al-Haram.
Oleh sebab itu, seharusnya Pemerintah Saudi, juga para penguasa Arab dan negeri-negeri Muslim lainnya, mengerahkan tentaranya untuk berjihad di Palestina. Jika tidak, ancaman Allah SWT atas mereka amatlah keras. Allah SWT berfirman:
إِلَّا تَنفِرُوا۟ یُعَذِّبۡكُمۡ عَذَابًا أَلِیمࣰا
Jika kalian tidak berangkat berjihad maka Allah akan mengazab kalian dengan azab yang pedih (TQS at-Taubah [9]: 39).
Khatimah
Ibadah haji adalah simbol ketaatan kepada Allah SWT sekaligus simbol persatuan umat Islam sedunia. Namun, tanpa kesadaran ideologis Islam secara global, semangat ketaatan total kepada Allah SWT dan semangat persatuan umat Islam, yang terpancar dalam ibadah haji, akan segera pudar seiring waktu.
Oleh karena itu sudah saatnya umat Islam menjadikan ibadah haji sebagai momentum untuk membangun persatuan hakiki di antara mereka. Persatuan hakiki ini tentu tak akan terjadi sampai umat Islam memiliki institusi pemerintahan global yang menyatukan mereka. Itulah Khilafah ‘alâ Minhâj an-Nubuwwah, sebagaimana yang telah disiyaratkan oleh Baginda Rasulullah saw.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []
---*---
Hikmah:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka adalah bangunan yang kokoh. (TQS ash-Shaff [61]: 4). []

Posting Komentar untuk "HAJI DAN PERSATUAN HAKIKI "