KETAATAN KEPADA ALLAH SWT MENUNTUT PERJUANGAN DAN PENGORBANAN

 


Buletin Kaffah Edisi 396 (10 Dzulhijjah 1446 H/6 Juni 2025 M)
Hari raya Idul Adha yang dirindukan kaum muslimin akhirnya datang jua. Inilah hari dimana langit semesta dan bumi bergemuruh dengan kalimat takbir. Sementara itu di Tanah Suci jutaan jemaah haji menunaikan ibadah agung dan menggemakan zikir, doa serta kalimat talbiyah berisi pujian keagungan Allah Swt sekaligus rintihan kerinduan akan rahmat dan ampunanNya.
Inilah Yawm an-Nahar. Hari Raya Kurban. Inilah hari saat kaum Muslim diperintahkan untuk menunaikan shalat Idul Adha, menggemakan kalimat takbir dan melaksanakan ibadah kurban. Inilah salah satu dari dua hari terbaik untuk semua insan yang beriman. Inilah hari yang agung. Keagungan Hari Raya Kurban ini disabdakan langsung oleh Baginda Nabi saw.:
أَعظمُ الأيَّامِ عِنْدَ اللَهِ يَوْمُ النَّحْرِ
Hari yang paling agung di sisi Allah adalah Hari Raya Kurban (HR Abu Dawud).
Pelajaran Dari Nabi Ibrahim
Setiap kali perayaan Hari Raya Kurban, kita selalu diingatkan dengan keteladanan KhalilulLâh Nabi Ibrahim as. dan keluarganya. Tentu karena begitu besarnya keteladanan mereka sehingga Allah SWT pun memuji mereka. Allah SWT berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْهِمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُو اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ
Sungguh pada mereka itu (Ibrahim dan keluarganya) ada teladan yang baik bagi kalian; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Akhir. Siapa saja yang berpaling, sungguh Allah, Dialah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji (TQS al-Mumtahanah [60]: 6).
Nabi Ibrahim as. adalah sosok hamba Allah yang menghabiskan seluruh hidupnya dalam perjuangan di jalan-Nya. Menegakkan kalimat tauhid secara nyata. Menentang keyakinan dan pemahaman batil kaumnya. Amal itu ia sampaikan secara terbuka. Ia tak pernah menutup-nutupi kebenaran yang memang seharusnya ia nyatakan. Allah SWT berfirman:
إِذۡ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوۡمِهِۦ مَا هَٰذِهِ ٱلتَّمَاثِيلُ ٱلَّتِيٓ أَنتُمۡ لَهَا عَٰكِفُونَ . قَالُواْ وَجَدۡنَآ ءَابَآءَنَا لَهَا عَٰبِدِينَ . قَالَ لَقَدۡ كُنتُمۡ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُمۡ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ
(Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Patung-patung apakah ini, yang kalian kelilingi (dengan penuh penghormatan)?" Mereka menjawab, "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembah patung-patung ini." Ibrahim berkata, "Sungguh kalian dan bapak-bapak kalian berada dalam kesesatan yang nyata!" (TQS al-Anbiya’ [20]: 52-54).
Nabi Ibrahim as. sanggup berhadapan dengan penguasa kufur dan zalim. Ia menyampaikan dakwah tauhid ini secara terbuka dan terangan-terangan. Padahal risiko yang ia hadapi amatlah besar. Namun, ia yakin Allah SWT senantiasa menolong hamba-Nya yang beriman dan senantiasa bersabar. Demikian firman-Nya:
قَالُواْ حَرِّقُوهُ وَٱنصُرُوٓاْ ءَالِهَتَكُمۡ إِن كُنتُمۡ فَٰعِلِينَ . قُلۡنَا يَٰنَارُ كُونِي بَرۡدٗا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ
Mereka berkata, "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian jika kalian benar-benar hendak bertindak." Kami berfirman, "Hai api! Jadilah engkau dingin dan selamatkanlah Ibrahim!" (TQS al-Anbiya’ [20]: 68-69).
Keluarga Pejuang
Nabiyullah Ibrahim as. juga memberikan keteladanan ketaatan pada Allah tanpa keraguan. Ketika Allah SWT memerintahkan dirinya untuk meninggalkan sanak-keluarganya di negeri yang kering dan tandus, maka perintah itu ia laksanakan tanpa kebimbangan. Pada saat itu istrinya, Hajar, bertanya tentang tindakan suaminya, "Ibrahim, ke mana engkau pergi? Mengapa engkau meninggalkan kami di lembah yang tidak berpenghuni dan tanpa apa pun?" Ia mengulangi pertanyaannya berkali-kali. Namun, Ibrahim as. tidak menoleh kepada istrinya itu. Akhirnya, Hajar bertanya, "Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk melakukan ini?" Ibrahim as. baru menjawab, "Ya." Mendengar jawaban itu, Hajar pun berkata, "Kalau begitu, Dia tidak akan menyia-nyiakan kami."
Setelah itu Nabi Ibrahim as. berdoa sambil mengangkat tangannya:
رَّبَّنَآ إِنِّىٓ أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى بِوَادٍ غَيْرِ ذِى زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ ٱلْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجْعَلْ أَفْـِٔدَةً مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهْوِىٓ إِلَيْهِمْ وَٱرْزُقْهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Wahai Tuhan kami, sungguh aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tandus, dekat rumah-Mu yang suci, wahai Tuhan kami, agar mereka melaksanakan shalat. Karena itu jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki berupa buah-buahan agar mereka bersyukur (TQS Ibrahim [14]: 37).
Puncak ketaatan dan pengorbanan Nabi Ibrahim as. adalah ketika Allah SWT memerintahkan penyembelihan putra tercintanya, Ismail as. Namun, dengan keyakinan dan keikhlasan, Nabi Ibrahim as. dan Ismail as. melaksanakan perintah Allah tersebut tanpa sedikit pun kebimbangan. Karena itu Allah pun membalas pengorbanan mereka dengan penuh penghargaan. Demikian sebagaimana firman-Nya:
قَدۡ صَدَّقۡتَ ٱلرُّءۡيَآۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ . إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ
Sungguh kamu telah membenarkan mimpi itu. Sungguh demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh ini benar-benar suatu ujian yang nyata (TQS ash-Shaffat [37]: 105-106).
Karena itu apa alasan yang akan disampaikan di akhirat di hadapan Allah SWT ketika seorang Muslim membatasi ketaatan hanya pada ibadah atau aspek akhlak saja? Atau hanya dalam urusan muamalah saja? Pada saat yang sama menolak untuk menaati hukum-hukum Allah yang lain? Ia menolak syariah Allah dalam bidang ekonomi, politik, hukum, pemerintahan, jihad dll? Mengapa kaum Muslim begitu sempurna melaksanakan hukum pengurusan jenazah, misalnya, tetapi berani mengabaikan aturan Islam dalam kehidupan? Seolah-olah aturan agama ini ditujukan hanya untuk mengurus orang mati saja.
Ketaatan kepada Allah jelas membutuhkan pengorbanan. Semata-mata demi kemuliaan Islam. Demikianlah seperti Nabi Ibrahim as. yang rela berpisah dengan keluarganya. Bahkan ia rela mengorbankan putranya di jalan Allah SWT.
Betapa sering kita membatasi diri dalam amal dan pengorbanan, lalu merasa puas dengan apa yang telah kita lakukan. Diri ini enggan berjuang dan berkorban saat dirasa akan merugikan harta, kedudukan atau keluarga. Sungguh ironis. Kita mengklaim cinta pada agama, tetapi enggan berjuang dan berkorban dengan pengorbanan terbaik dan terbesar untuk kemuliaan agama kita.
Ada orang yang mau berjuang dan berkorban untuk ibadah, tetapi enggan berjuang dan berkorban demi tegaknya kehidupan Islam, melalui penegakan hukum-hukum Allah dalam naungan Khilafah Islam. Padahal kewajiban Khilafah dinamakan oleh para ulama sebagai tâj al-furûdh atau mahkota kewajiban agama. Akibat ketiadaan kehidupan Islam di bawah naungan Khilafah Islam, umat merasakan derita luar biasa. Kriminalitas merajalela. Premanisme berkuasa. Korupsi makin menggila. Sumberdaya alam dikuasai oleh pihak swasta dan asing secara semena-mena. Bahkan umat saat ini kesulitan walau untuk sekadar mendapatkan jaminan makanan halal saja.
Sungguh firman Allah SWT telah menampar kita. Mempertanyakan ukuran cinta dan pengorbanan untuk agama ini dibandingkan kenikmatan dunia. FirmanNya:
قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ وَإِخۡوَٰنُكُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٰلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٞ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٖ فِي سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَٰسِقِينَ
Katakanlah, "Jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya dan tempat tinggal yang kalian sukai itu lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-Nya. Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik.” (TQS at-Taubah [9]: 24).
Seperti hari ini, di tengah perayaan Idul Adha ini, Gaza masih terus menderita. Militer Yahudi masih terus melakukan genosida terhadap mereka. Melakukan serangan militer dan blokade bantuan pangan. Warga Gaza yang tidak wafat karena senjata kaum zionis, dibiarkan mati perlahan karena kelaparan.
Namun, yang paling memilukan, tak ada satu pun penguasa negeri Muslim yang mau berkorban menyelamatkan Gaza. Sejumlah pemimpin Arab justru menghamburkan triliun rupiah ke negeri penyokong zionis Yahudi, yakni Amerika Serikat. Para pemimpin Dunia Islam, terutama para penguasa Arab, masih bersemangat menggelar ibadah haji. Namun, mereka enggan berjihad membebaskan Gaza dan mengusir kaum Yahudi. Padahal haji dan berjihad sama-sama kewajiban dari Allah Pemilik Tanah Suci.
Sebab itu, semakin nyata bahwa umat ini membutuhkan institusi pemerintahan Islam global. Itulah Khilafah Islam. Khilafah inilah yang akan melanjutkan kehidupan Islam, menegakkan hukum-hukum Allah, menyatukan umat Islam di seluruh dunia. Khilafah pula yang sanggup membebaskan umat ini dari segala derita akibat penjajahan bangsa-bangsa lain. Semua ini sebagai wujud nyata dari pelaksanaan sabda Baginda Rasulullah saw.:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. (HR. Bukhari dan Muslim)
---*---
Hikmah:
Allah Swt berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ ٱشۡتَرَىٰ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَنفُسَهُمۡ وَأَمۡوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلۡجَنَّةَۚ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقۡتُلُونَ وَيُقۡتَلُونَ
Sungguh Allah telah membeli dari kaum Mukmin diri dan harta mereka dengan bayaran surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh (TQS at-Taubah [9]: 111).

Posting Komentar untuk "KETAATAN KEPADA ALLAH SWT MENUNTUT PERJUANGAN DAN PENGORBANAN"