Transisi Kekuasaan: Zaman Nabi vs Zaman Kini
Transisi Kekuasaan: Zaman Nabi
vs Zaman Kini
Pernahkah kita merenung:
Mengapa Rasulullah ï·º berdoa meminta kekuasaan, bukan sekadar dukungan?
Karena sejak awal, Islam
memahami:
Tanpa kekuasaan, syariat akan sulit ditegakkan.
Kekuasaan bukanlah tujuan akhir—melainkan alat untuk menolong agama Allah.
👑📿
Allah abadikan dalam QS al-Isra’ [17]: 80:
"… dan jadikanlah bagiku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong
(sulthânan nashîrâ)."
Rasul tidak memohon jabatan
demi prestise.
Beliau meminta kekuasaan untuk menegakkan hukum Allah,
dan melindungi umat dari kezaliman.
Imam Ibnu Katsir menegaskan:
Tanpa kekuasaan, yang kuat menindas yang lemah.
Yang berkuasa bertindak sewenang-wenang.
Maka kekuasaan adalah rahmat,
jika digunakan sesuai syariat.
Sebaliknya, bisa jadi alat penindas jika lepas dari tuntunan Ilahi.
Dalam Islam, kekuasaan memiliki dua fungsi utama:
- Menegakkan syariat Islam
- Mengurus kepentingan rakyat—baik
Muslim maupun non-Muslim—dengan keadilan Islam.
Rasulullah ï·º telah
mempraktikkannya saat memimpin Madinah.
Dan dilanjutkan para Khulafaur Rasyidin.
Transisi kekuasaan pasca wafatnya Rasulullah tidak chaos.
Mengapa?
Karena kekuasaan dipandang
sebagai amanah, bukan rebutan.
Pemimpin dan rakyat tunduk pada aturan yang sama: Syariat Islam.
Sistem Islam bukan sekadar idealisme. Ia punya mekanisme nyata:
✅ Syariat sebagai panglima
✅ Pemimpin yang bertakwa
✅ Rakyat aktif mengoreksi lewat
amar makruf nahi mungkar
✅ Lembaga Mahkamah Mazhalim
untuk mengadili kezaliman penguasa
Sekarang, coba bandingkan dengan zaman ini…
➡️ Pemilu = ajang saling serang
➡️ Kekuasaan = alat proyek elite
➡️ Rakyat = dijadikan objek,
bukan pihak yang dilayani
➡️ Syariah? Ditinggalkan,
disingkirkan
Padahal dalam Islam, kekuasaan adalah amanah yang sangat berat.
Jika adil, ia mendatangkan pahala.
Jika zalim, ia bisa menjadi jalan menuju neraka.
Rasulullah ï·º bersabda:
“Pemimpin yang menipu rakyatnya, diharamkan masuk surga.” (HR. Bukhari) 💔
Karena itu, sistem Islam membangun pondasi dari awal:
✅ Kedaulatan di tangan
syariat, bukan suara mayoritas
✅ Kekuasaan berasal dari
baiat umat, bukan dari lobi politik
✅ Setiap kebijakan wajib
tunduk pada hukum Allah, bukan hawa nafsu elite
Jika hari ini pemimpin zalim sulit dijatuhkan,
dalam Islam, ada lembaga Qadhi Mazhalim.
Ia berwenang memeriksa dan
memberhentikan bahkan seorang Khalifah,
jika ia menyimpang dari syariat.
📌 Ada mekanisme nyata, bukan sekadar demo
dan tagar.
Zaman boleh berubah.
Tapi prinsip Islam soal kekuasaan tetap relevan dan dibutuhkan:
📌 Kekuasaan adalah
amanah
📌 Pemimpin wajib adil
📌 Rakyat punya hak dan
kewajiban untuk mengoreksi
Jika sistem rusak, jangan
heran kalau hasilnya juga rusak.
💬 Menurut Anda, sistem hari ini: masih
layak dipertahankan, atau memang perlu diganti?
📢 Follow @portalperadabanislam untuk konten reflektif, tajam, dan membangun
kesadaran politik dari sudut pandang Islam.
#Khilafah #Syariah #PolitikIslam #PemimpinAdil #TransisiKekuasaan #IslamRelevan
#Pemilu #UmatButuhPerubahan
Sumber : https://alwaie.net/
Posting Komentar untuk "Transisi Kekuasaan: Zaman Nabi vs Zaman Kini"
Posting Komentar