Bukan Lahir sebagai Muslim, Tapi Yakin 100% pada Al-Qur’an
Tahukah Anda?
Ada ilmuwan yang awalnya ingin mencari kesalahan Al-Qur’an…
Tapi justru menemukan kebenaran yang tak terbantahkan.
Bukan satu, tapi dua tokoh
besar.
Dan akhirnya: keduanya memeluk Islam.
Tokoh pertama: Dr. Maurice
Bucaille, ahli bedah asal Prancis.
Ia ditugaskan meneliti mumi Ramses II, yang diyakini sebagai Fir’aun
pada masa Nabi Musa.
Hasilnya mengejutkan:
Tubuh Fir’aun itu masih utuh, penuh kristal garam.
Seolah… ia tenggelam di laut.
Bagaimana ini bisa terjadi?
Pertanyaan itu membawanya pada sebuah seminar ilmiah,
yang memaparkan QS. Yunus: 92:
"Maka pada hari ini Kami
selamatkan jasadmu, agar engkau menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang
sesudahmu."
Bucaille pun menulis temuannya dalam
buku “Mummies of the Pharaohs”
Disusul buku fenomenal:
“The Bible, The Qur’an and Science” — yang menjadi best-seller dunia.
Kesimpulannya?
“Ini bukan tulisan manusia
biasa. Ini wahyu Ilahi.”
Bucaille pun masuk Islam.
Tokoh kedua: Dr. Gary Miller,
mantan pendeta dan ahli matematika.
Ia awalnya ingin membantah Al-Qur’an secara ilmiah.
Namun, ia justru terpukau oleh
isinya.
Logis. Sistematis. Ilmiah. Tak ada yang kontradiktif.
Salah satu ayat yang
mengguncang hatinya:
QS. An-Nisa: 82
"Seandainya Al-Qur’an bukan dari sisi Allah, pasti kamu akan menemukan
banyak pertentangan di dalamnya.”
Miller mencarinya.
Namun tak menemukan satu pun pertentangan. Bahkan dengan sains modern!
Ia juga mempelajari QS.
Al-Mu’minun: 12–14
yang menjelaskan tahapan penciptaan janin — secara detail dan akurat.
Ia menyimpulkan:
“Mustahil seseorang di abad
ke-7 bisa tahu semua ini... kecuali ia mendapat wahyu.”
Akhirnya, ia masuk Islam dan
kini dikenal sebagai:
Dr. Abdul Wahid Omar.
Dua ilmuwan. Dua niat awal
yang sama: mencari kesalahan.
Namun akhirnya berlabuh pada keimanan.
Inilah kekuatan Al-Qur’an.
Bukan sekadar kitab suci. Tapi bukti kebenaran — terbuka untuk diuji
siapa pun, kapan pun.
Ironisnya, kita yang Muslim
sejak lahir… justru sering lalai.
Jarang membaca. Jarang memahami. Apalagi mengamalkan.
Padahal Rasulullah ﷺ bersabda:
“Al-Qur’an akan menjadi
syafaat bagi sahabatnya di hari kiamat.”
Siapa sahabat Al-Qur’an itu?
➡️ Yang rutin membaca setiap
hari.
➡️ Mengkajinya dengan ilmu.
➡️ Mengamalkannya dalam seluruh
aspek kehidupan.
Bahkan disunnahkan khatam
minimal sebulan sekali.
Disebut: “al-hal wal-murtahil” — selalu kembali memulai setelah selesai.
Tapi yang lebih penting dari
membaca adalah: mengamalkan.
Baik dalam kehidupan pribadi, rumah tangga, maupun masyarakat
dan negara.
Karena Al-Qur’an bukan
untuk dipajang,
tapi untuk diterapkan.
Ramadan boleh berlalu,
Tapi semangat mencintai Al-Qur’an tak boleh ikut pergi.
Kalau dua ilmuwan non-Muslim
saja bisa yakin dan berubah karena Al-Qur’an,
apa alasan kita untuk tidak lebih dekat dengan kitab suci ini?
📖 Sudah sedekat apa dirimu dengan Al-Qur’an
hari ini?
🟨 Suka dengan kisah ini?
🔁 Bagikan ke temanmu.
💬 Tulis kesanmu di
kolom komentar.
📌 Follow @portalperadabanislamuntuk
konten inspiratif lainnya.
Sumber : https://alwaie.net/
Posting Komentar untuk "Bukan Lahir sebagai Muslim, Tapi Yakin 100% pada Al-Qur’an"
Posting Komentar