Jejak Khilafah di Sulawesi Menyibak Jalinan Politik & Spiritualitas yang Dilupakan (Bagian 3)

 


📜 Jejak Khilafah di Sulawesi

Menyibak Jalinan Politik & Spiritualitas yang Dilupakan (Bagian 3)


Tahukah Anda bahwa jejak awal Islam di Sulawesi Selatan telah dimulai jauh sebelum kedatangan tiga ulama besar yang dikenal sebagai Dato’ Tellue?

Dakwah dan pengaruh Khilafah Islamiyah sebenarnya telah lebih dahulu menyapa para bangsawan Makassar dan Bugis.
Namun, mengapa mereka tidak langsung memeluk Islam?


Pada awal abad ke-16, Sulawesi masih menjadi “penonton” dari pergolakan dunia Islam.

Ketika kerajaan-kerajaan Muslim lain sibuk memerangi Portugis, para karaeng dan arumpone justru membuka pelabuhan mereka bagi siapa saja—termasuk pendeta Katolik Portugis.


Tahun 1525, Portugis pertama kali menginjakkan kaki di Makassar.
Mereka mencoba menyebarkan agama Katolik, namun gagal total.

Orang Makassar bersikap dingin dan waspada terhadap misi keagamaan dari bangsa asing.


Tahun 1544, misionaris Katolik Antonio de Paiva datang ke Parepare.
Beberapa bangsawan dibaptis, tetapi misi itu segera mendapat perlawanan dari para saudagar Muslim dari Johor, Pattani, dan Pahang.

Para saudagar ini telah lebih dahulu membawa Islam ke Sulawesi sejak dekade 1480-an.


Sumber dari Kelantan mencatat bahwa Syaikh Jumadil Kubro telah berdakwah di wilayah Wajo’ sejak tahun 1448.

Wafatnya di tahun 1453 bertepatan dengan penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Mehmed al-Fatih.

Apakah ini sekadar kebetulan?
Atau bagian dari jaringan dakwah Islam global yang sangat luas?


Demak, Aceh, dan Ternate bergantian berusaha mengislamkan Sulawesi.

Mulai dari rencana jihad Sunan Prawoto, rombongan dai dari Kesultanan Aceh, hingga kunjungan bersejarah Sultan Babullah dari Ternate ke Gowa.

Namun, para karaeng masih belum menyatakan keislaman mereka.


Meski belum masuk Islam, para bangsawan mulai membuka hati dan pikiran.

Pertanyaan-pertanyaan kritis pun muncul:
Mengapa hampir semua kerajaan besar mengajak kami masuk Islam?
Apa keistimewaan ajaran ini dibandingkan yang lain?

Diskusi tentang Tuhan pun mulai mengemuka.


Tahun 1591, Karaeng Matoaya berdiskusi panjang dengan Arung Matoa Wajo’.

Topik yang dibahas tak lagi sekadar politik, melainkan menyentuh persoalan spiritual: Tuhan dan makna hidup.

Ini adalah bukti bahwa benih Islam telah tumbuh di hati para elite Sulawesi, jauh sebelum proses formal Islamisasi.


Jadi, jauh sebelum kehadiran Dato’ Tellue, dakwah Islam telah lebih dahulu menapaki Sulawesi.

Melalui ulama keliling, saudagar Muslim, dan jaringan kesultanan Islam yang terhubung langsung dengan Khilafah Utsmaniyah, Islam menyebar secara perlahan tapi mengakar kuat.

Sejarah ini nyaris terlupakan.


Menurut Anda, mengapa akhirnya Islam bisa diterima luas di Sulawesi setelah sempat ditolak?

Apakah karena faktor spiritual?
Atau karena pengaruh politik dan pergaulan antar-kerajaan?
Atau justru kombinasi semuanya?

Tulis pendapatmu di kolom komentar! 👇
Jangan lupa share agar lebih banyak yang tahu sejarah besar ini.


💬 Tertarik dengan jejak sejarah Islam yang terlupakan?

Follow akun @portalperadabanislam untuk ulasan lainnya tentang sejarah Islam, perlawanan kolonial, dan hubungan Nusantara dengan Dunia Islam. 🌍


 Sumber : https://alwaie.net/








Posting Komentar untuk "Jejak Khilafah di Sulawesi Menyibak Jalinan Politik & Spiritualitas yang Dilupakan (Bagian 3)"