Jejak Khilafah di Sulawesi: Menyibak Jalinan Politik & Spiritualitas yang Dilupakan (Bagian 4)
Jejak Khilafah di
Sulawesi: Menyibak Jalinan Politik & Spiritualitas yang Dilupakan (Bagian
4)
Tahukah Anda, sebelum Islam tersebar luas di Sulawesi Selatan, wilayah ini
sempat menjadi medan perebutan pengaruh antara misionaris Portugis dan para
pedagang Muslim dari kawasan Melayu?
Namun di balik dinamika itu, muncul tiga tokoh luar biasa yang membawa misi
dakwah dari Aceh—mereka dikenal sebagai Trio Datu’.
Ketiganya berasal dari Minangkabau dan pertama kali datang ke Makassar pada
tahun 1575.
Namun, kondisi sosial saat itu belum kondusif: masyarakat masih terbiasa
mengonsumsi tuak dan makanan yang tidak halal. Dakwah mereka pun tidak langsung
diterima.
Alih-alih putus asa, mereka berpindah ke Kutai—dan berhasil mengislamkan
penguasanya.
Salah satu dari mereka, Syaikh ‘Abdul Ma’mur, tidak berhenti di situ. Ia
kembali ke Sulawesi hampir tiga dekade kemudian, bersama dua sahabatnya:
Syaikh Sulayman dan Syaikh ‘Abdul Jawad.
Tiga ulama ini kemudian dikenal sebagai Dato’ ri Bandang, Dato’ ri
Pattimang, dan Dato’ ri Tiro—ikon dakwah Islam di jazirah Sulawesi
bagian selatan.
Mereka tidak menyebar dakwah secara acak.
Wilayah dakwah dibagi secara strategis:
– Datu’ ri Bandang: Gowa
– Datu’ ri Pattimang: Luwu’
– Datu’ ri Tiro: Bulukumba
Strategi ini meneladani
metode Rasulullah ﷺ, yakni thalab an-nushrah: mencari dukungan dari
pemimpin-pemimpin berpengaruh demi menopang dakwah.
Seperti Nabi Muhammad ﷺ yang mendatangi kabilah-kabilah Arab saat musim haji
untuk mencari penopang dakwah, Trio Datu’ pun menyasar para raja dan elite
politik Sulawesi.
Mereka paham, mengislamkan penguasa akan membuka jalan bagi umat.
Saat tiba di Makassar, mereka bertemu komunitas pedagang Muslim Melayu.
Informasi dari para pedagang ini menyadarkan mereka:
Dakwah harus dimulai dari Luwu’, bukan Gowa.
Mengapa? Karena meskipun Gowa kuat secara militer, Luwu’ memiliki legitimasi
spiritual dan historis yang lebih tinggi.
Bagi masyarakat kala itu, Luwu’ diyakini sebagai asal muasal raja-raja
Sulawesi.
Mengislamkan Luwu’ berarti menancapkan panji Islam di titik pusat budaya dan
kepercayaan lokal.
Dan benar saja—dari Luwu’, dakwah pun menyebar ke seluruh jazirah.
Strategi Trio Datu’ sangat mengesankan.
Mereka tidak frontal menghadapi tradisi lokal, tetapi memahami konteks sosial
dan politik masyarakat.
Mereka sabar, cerdas, dan penuh hikmah—meneladani metode kenabian dalam
menyebarkan Islam.
Bayangkan jika mereka menyerah di awal…
Atau jika mereka memaksakan cara tanpa memahami medan dakwah...
Mungkin sejarah Islam di Sulawesi tak akan seindah ini.
💭 Pelajaran penting:
Dakwah bukan hanya soal niat, tapi juga strategi, ketekunan, dan pemahaman
medan.
✊ Apa pelajaran paling berkesan yang Anda ambil dari kisah
Trio Datu’?
🌍 Yuk bagikan pendapatmu di kolom komentar.
🔁 Jangan lupa bagikan agar lebih
banyak yang tahu sejarah ini.
📌 Follow @portalperadabanislam untuk
konten sejarah Islam dan perjuangan dakwah lainnya.

Posting Komentar untuk "Jejak Khilafah di Sulawesi: Menyibak Jalinan Politik & Spiritualitas yang Dilupakan (Bagian 4)"
Posting Komentar